Rabu, 07 November 2012

Industri Kreatif RI Belajar dari Inggris


Di Inggris, ada 13 industri kreatif yang menjadi fokus perhatian.
VIVAnews/Ikhwan Yanuar
VIVAnews - Berkembang pesatnya industri kreatif di Indonesia mendorong Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif terus berupaya menggali potensi bisnis itu di Tanah Air. Salah satu di antaranya dengan menggandeng Departemen Kebudayaan, Media, dan Olahraga, Inggris.

Dalam pembicaraannya dengan Menteri Kebudayaan, Komunikasi, dan Industri Kreatif Inggris, Ed Vaizey --di sela kunjungan kenegaraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke negara tersebut--, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Mari Elka Pangestu, sepakat untuk bekerja sama dalam bidang industri kreatif di antara kedua negara.
"Di Inggris, mereka juga melakukan pendekatan yang berbasis pada berbagai sektor dan ada 13 industri kreatif yang menjadi fokus perhatian mereka," ujar Mari dalam keterangan tertulis Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang diterima VIVAnews, Kamis 1 November 2012.

Menurut dia, di Indonesia pada awalnya hanya fokus pada 14 industri kreatif yang kurang lebih sama dengan Inggris, sebelum menambah satu, yakni kuliner. Selain itu, Inggris dan Indonesia mempunyai kesamaan lain mengenai tingkat komitmen politis terhadap pengembangan industri kreatif, karena Inggris dan Indonesia merupakan dua negara di dunia yang mengelola industri kreatif di tingkat kementerian.

Mari menambahkan, kerja sama yang akan dituangkan dalam nota kesepahaman hari ini, Kamis 1 November 2012, kedua negara diharapkan dapat menyumbang dan memajukan perkembangan ekonomi kreatif di Indonesia. Apalagi, Indonesia memiliki ragam budaya dan kearifan lokal yang menjadi modal penting dalam pengembangan ekonomi kreatif.
"Melalui nota kesepahaman ini, kami berharap akan ada pertukaran pengetahuan dan pengalaman yang lebih mendalam, melalui kerja sama yang lebih intensif dengan pemerintah Inggris," ujar Mari.


Dalam nota kesepahaman disebutkan bahwa kerja sama akan difokuskan pada pelaku kreatif antarkedua negara dan pengembangan sumber daya manusia. Di antaranya melalui pertukaran informasi dan pengetahuan, peningkatan kapasitas, pelatihan, penelitian, dan showcase.
Adapun subsektor yang akan dikembangkan sementara ini meliputi musik, film, fesyen, arsitektur, kriya, desain, animasi, permainan interaktif, digital, dan kuliner.

Beberapa sektor yang dibahas secara khusus oleh kedua menteri saat pertemuan bilateral adalah kerja sama bidang film, musik, digital content, dan fesyen (mode). Kemenparekraf juga akan segera menindaklanjuti dengan mengunjungi beberapa perusahaan dan juga berbagai council atau dewan di bidang film, musik, fesyen, dan desain.
Menteri Vaizey juga sepakat akan mengirim delegasi dari beberapa perusahaan yang bergerak di bidang industri kreatif ternama ke Indonesia.

Data industri kreatif Indonesia 2010 menyebutkan kontribusi sektor ini terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai 7,29 persen dengan pertumbuhan 6,03 persen. Angka ini sedikit di bawah pertumbuhan ekonomi nasional 6,11 persen.

Empat subsektor yang menjadi kontributor terbesar adalah fesyen (40,8 persen), kerajinan (27,6 persen), periklanan (6,5 persen), dan desain (5,9 persen). Pada 2010, sumbangan terhadap ekspor barang dan jasa sebesar US$13 miliar, dengan sumbangan terbesar dari kriya atau kerajinan dan fesyen.

Sementara itu, di Inggris pada 2009, sumbangan industri kreatif terhadap perekonomian nasional sebesar 2,9 persen terhadap Gross Value Added (GVA) atau produksi barang dan jasa. Sektor penerbitan memberi kontribusi paling besar sebesar 10,6 persen terhadap total ekspor Inggris. Sektor yang paling besar menyumbang terhadap ekspor adalah penerbitan dan penyiaran yakni 3,1 persen dan 2,6 persen. (umi)

sumber : http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/363947-industri-kreatif-ri-belajar-dari-inggris

Pilih Bahasa

Ad Info

Statistik Blog